- Tegaskan Komitmen Integritas, Kejati Riau Laksanakan Apel dan Tanda Tangani Pakta Integritas
- Wabup Rohil, H. Sulaiman Resmi Pimpin Partai Gerindra Rohil
- Bikin SKCK Di Polres Kep Meranti Makin Mudah, Unduh Aplikasi Super App Polri Presisi
- Berlaga di Minisoccer Sorek, PWI Menang Lawan Pemda, Kalah Tipis Dari Polsek
- Pelaksanaan Hari Pers Nasional 2025 dan Legitimasi Kuat Kepengurusan PWI Pusat Secara Empiris
- Terbang Tinggi Naik Citilink (cakep) ke Banjarmasin Mengikuti HPN Hati Penuh Suka dan Riang
- Pojok Seni Disdik Riau Tampilkan Musisi dari Satuan Pendidikan Hingga Musisi Jalanan
- Seleksi Masuk Polri dimulai, Silakan Mendaftar di Polres Kep Meranti
- Seorang Tahanan Polsek Panipahan Nikahi Wanita Idaman Hatinya, Inilah Ujud Toleransi Polri
- Rumah Sambal Seruit Meningkatkan Apresiasi dan Pengembangan Kuliner Khas Lampung di Jakarta
Balada San Aini
Oleh: Bahren
VokalOnline.Com - Kawan, kau boleh percaya boleh tidak. Jika kisah yang segera kugubah
ini mungkin saja pernah terjadi, bahkan pada dirimu atau mungkin para tetangga
mu. Kisah yang mungkin bagi sebagian orang hanya dianggap sebagai sebuah cerita
dongeng pengantar tidur bagi kanak-kana yang akan dinina bobokkan oleh emaknya.
Bisa jadi bagi sebagi lagi hanya dianggap sebagai kisah yang berisi
berita-berita bohong dan tidak memiliki kebenaran. Namun, apapun itu kawan, ini
mesti ku ceritakan, mesti ku kabarkan kepada mu. Bak kata-kata para pekaba dan
pedendang “Kabar orang kami kabarkan tuan, dusta oran kami tak serta.”
Bermula kisah ini kuterima, kejadiannya sekitar akhir abad 19, tepatnya
3 tahun menjelang abad 20. Masa itu
adalah masa-masa sulit ketika Pak de Toto mulai dipertanyakan soal panjangnya masa kepemimpinan beliau. Berbagai macam gejolak terjadi di berbagai daerah.
Kerusuhan masalah pribumi dan non pribumi menjadi pemberitaan media massa cetak
dan televisi waktu itu. Hingga akhirnya pecah demo besar-besaran yang
menginginkan pergantian kekuasaan dan dimulainya era baru yang mereka sebut
sebagai reformasi.
Namun, bagi Ku itu hanya ku jadikan sebagain kecil dari berjilid-jilid
kisah yang akan Ku sampaikan dalam balada ini. Aku yakin ini lebih rumit dari
sekedar pengalihan kekuasaan dan penggantian orde. Kisah tentang San dan Aini
yang kejadiannya beriringan dengan kisah pergantian orde itu dan masih
berlanjut hingga saat ini. Begini, San
sebenarnya adalah abang kandung dari sahabat ku Aini. Aini berkisah kepada Ku
bahwa saat ini San telah menjadi orang hebat dan terpandang, bahkan San pernah
menjadi orang nomor satu di sebuah
Fakultas dari Kampus ternama di luar Jawa dan tertua di pulau Perca.
Nama dan jabatan mentereng itu membuat San mulai berubah dan berulah.
San mulai pongah. Segala ilmu dan kepandaiannya dijadikan alat olehnya untuk
menebar pesona kian kemari, termasuk dalam hal mencari istri. Walau ia telah
beristri saat ini, San masih saja ingin menambah koleksi istrinya, padahal sebagai
seorang petugas negara tentu saja ia terikat dengan cara dan aturan yang
berlaku, Namun itu tak dijadikan sbagai alasan olehnya. San tetap saja menebar
pesona dengan ilmu dan kepandaiannya hingga akhirnya terjerat lah Ummi olehnya.
Tidak hanya itu kawan, Aini juga berkisah kepada ku waktu itu. Melalui
pesan singkat wattapps Aini bercerita
dan kembali mengingatkan Ku kejadian waktu 3 tahun menjelang akir abad 19 itu.
Saat San, tidak hanya brmasalah dengan istrinya, San sebagai Abang tega tidak
mengakui Aini sebagai adiknya. San mengaku ke banyak orang bahwa Ia aalah anak
tunggal dari keluarganya. Ia adalah satu-satunya pewaris segala harta dan
kekayaan orang taunya. San juga lah yang kelak akan mewariskan tahta gelar adat
sebagai seorang Dauk dari mamak nya.
Aini pun terhenyak mendengar ucapan San waktu itu, sebagai seorang
Abang, San sungguh tega menghilangkan nama-nama adiknya dari kartu keluarga.
Entah dengan siapa dan bagaimana Ia mengerjakannya hingga bisa berbuat begitu.
Aini memang mengakui bahwa San selalu mengkait-kaitkan segakanya dengan hukum
dan undang-undang. Jika saja terjadi msalah dalam keluarga kami, San slalu saja
menggunaka hukum positif untuk menakutik kami, San tidak akan segan-segan
melaporkan Kami sebagai adiknya ke aparat penegak hukum untuk memuluskan
jalannya. Termasuk menghilangkan kami dari daftar kartu keluarga.
Aini dengan berurai air mata juga berkisah, bagaimana Ia, dan adiknya
terlunta-lunta setelah di usir dari Rumah
Gadangnya yang seharusnya sebagai seorang perempuan Minangkabau, Aini dan
adik lah yang patut untuk mewarisi dan menempati rumah itu. Namun, San dengan
segala peraturan dan undang-undang yang dibacakannya berhasil mengeluarkan Aini
dari Rumah Gadang.
Puncaknya ketika San dinobatkan sebagai Datuk di Kampung Aini. Kampung
yang beberapa tahun lagi menjadi sebuah kota baru di dengan segala kemegahan
serta sarana dan prasarana penunjangnya. Di Kota itu nantinya akan dibangun
kampus-kampus ternama di Pulau Perca ini. Lebih dari 600 hektar lahan telah
disediakan untuk empat kampus ternama itu, dan San mnjadi salah seorang Datuk
yang akan menduduki posisi penting dari kota baru itu nantinya.
San Lupa, bahwa tanah itu memang tanah nenek moyangnya, tapi bukan
untuak dia sendiri, di tanah yang telah dijual dan diberikannya ke penguasa san
demi kekuasaan itu ada hak-hak adik dan orang-orang kampungnya. San lupa bahwa
sebagai seorang Datuk, dalam mamangan adat Minangkabau Ia hanya ditinggikan
seranting dan didahulukan selangkah. Bukan berarti San bisa berbuat sesuka
hatinya dengan bantuan undang-undang yang selalu dijadikannya sebagai dasar dan
pijakan.
San menjadi alpa dengan segala kekhasan dan kearifan budayanya sendiri,
bahkan dia yang juga sering mengganggap dirinya seorang budayawan tidak
menerapkan alur dan patut dalam tindakannya. Mamangan adat sepertinya hanya
dijadikan sebagai jualan olehnya, petuah dan petatah petitih budayanya dianggap
laksana syair-syair lama yang tidak relevan lagi olehnya. San menjadi angkuh
dan sombong dengan segala dalih dan pasal-pasal yang dimilikinya.
San beranggapan bahwa yang dilakukannya terhadap Aini pun telah
direstui oleh tuhan. Ia menganggap bahwa restu Tuhan itu wujud dalam hidupnya
yang aman-aman saja. Dengan empat anak dan seorang istri yang cantik. Namun,
San lupa bahwa Tuhan juga mulai mengingatkannya dengan cara yang berbeda yang
San sendiri mungkin tidak menyadarinya.
Tentang Penulis: Bahren
Dosen Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Andalas
Mulai menulis sejak masih mahasiswa di Program Studi yang sama.
Berita Terkait :
- SULTAN YANG MENYUMBANG, RAKYAT YANG DIINJAK-INJAK (Renungan untuk Rempang dan Galang) 0
- Orang Melayu Rempang Pasti Melawan0
- Netizen Saudi Ribut-ribut soal Halal vs Haram Perayaan Halloween0
- Pulang Kandang, Oleh K Suheimi0
- Perhitungan Harga Pokok Produk Bersama Dan Produk Sampingan Pada Usaha Keluarga Tempe Cap Angsa0
